KRITIK
SOSIAL DALAM NOVEL BILANGAN FU KARYA
AYU UTAMI:
TINJAUAN
SOSIOLOGI SASTRA
Oleh:
Gusmawarni
Program Studi
Sastra Indonesia
FBS Universitas
Negeri Padang
Email: anny_9@yahoo.com
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk kritik sosial penyebab
terjadinya kritik sosial. Kajian teori yaitu: 1) Hakikat novel sebagai karya
sastra; 2) Novel dalam pandangan sosiologi sastra; 3) Kritik sosial dalam
kajian sosiologi sastra. Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif dengan
metode analisis isi. Data dikumpulkan dengan langkah-langkah, yaitu: 1) Melakukan
studi pustaka; 2) Membaca dan memahami
novel; 3) Mencatat peristiwa. Kemudian dianalisis: 1) Mengklasifikasikan unsur-unsur novel;
2) Mengklasifikasikan peristiwa-peristiwa; 3) Menginterprestasikan kritik
sosial; 4) Melaporkan hasil penelitian. Dapat disimpulkan bahwa, bentuk kritik
sosial terdiri dari norma-norma, dan tokoh yang melecehkan nilai-nilai
masyarakat; penyebab terjadinya kritik sosial adalah: ketimpangan sosial,
penyalahgunaan kekuasaan, dan wewenang dan politik.
Kata
kunci: kritik
sosial, tinjauan sosiologi sastra
PENDAHULUAN
Bilangan Fu
menceritakan tentang kehidupan budaya jawa dengan corak keagamaan jawa,
sehingga alur ceritanya berisi kritik terhadap pelakasaan keagamaan tersebut.
Pemilihan novel Bilangan Fu dalam
penelitian ini bahwa umum karya sastra berisikan kritik sosial.
Permasalahan
sosial dalam novel Bilangan Fu disampaikan
melalui tokoh-tokoh yang multiperan. Hal ini dapat dilihat jelas pada penokohan
tokoh utama dalam berinteraksi dengan tokoh-tokoh lain, serta kritik sosial
yang terjadi dalam novel tersebut. Karena itu adanya novel ini dapat menambah
wawasan dan membuka kembali kehidupan yang berkembang saat ini, terutama bagi
peneliti sendiri, ataupun penikmat sastra.
Sastra
merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah
manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi,
1988:8). Menurut Atmazaki (2005:28) secara umum karya sastra terbagi atas tiga
yaitu: prosa, puisi, dan drama. Karya sastra berbentuk prosa yaitu novel
merupakan salah satu bentuk karya sastra yang menghadirkan gambaran kehidupan
manusia yang dituangkan oleh pengarang dalam bentuk tulisan.
Menurut
Clara Reeve (dalam Atmazaki, 2005:39) novel merupakan gambaran kehidupan dan
perilaku nyata pada saat novel itu ditulis. Abrams (dalam Atmazaki, 2005:40)
mengatakan sebuah karya bisa dikatakan novel apabila ceritanya memberi efek
realitas dengan mempresentasikan karakter yang kompleks dengan motif yang
bercampuran dengan kelas sosial.
Novel
dibangun oleh unsur instrinsik dan ekstrinsik. Unsur instrinsik adalah
unsur-unsur yang berada di dalam novel itu sendiri seperti tema dan amanat,
alur/plot, penokohan dan perwatakan, latar, sudut pandang, pusat pengisahan, dan
gaya bahasa, sedangkan unsur ekstrinsik adalah segala unsur yang berada di luar
karya sastra novel tersebut.
Sosiologi
adalah ilmu yang membahas tentang masyarakat. Selo Soemardjan dan soeleman
Soemardi mengatakan sosiologi ialah mempelajari struktur sosial dan proses
sosial termasuk perubahan-perubahan sosial masyarakat (dalam Soekanto,
2005:20). Novel bilangan fu merupakan
novel yang mengangkat tentang spritualisme yang berkembang dalam masyarakat
Jawa. Pendekatan pada novel ini berdasarkan pendapat Endraswara (2003: 93)
bahwa pendekatan sosiologi sebagai dokumen sosiobudaya memiliki dua segi yakni
hubungan dengan aspek sastra sebagai refleksi sosiobudaya dan mempelajari
soosiobudaya terhadap karya sastra.
Karya
prosa fiksi pada penelitian ini adalah dokumen sosial. Di dalam novel terdapat
adanya realitas sosial yang terjadi sehingga novel layak disebut sebagai
cerminan masyarakat dalam zamannya. Unsur-unsur realiatas masyarakat pada novel
dengan sendirnya membentuk dan menggambarkan tatanan nilai yang terjadi dalam
masyarakat.
Penelitian
ini akan mengungkap spritualisme yang berkembang dalam masyarakat Jawa.
Nilai-nilai spritualitas yang akan dikaji meliputi bagaimana spritualisme agama
ketuhanan, spritualisme agama penyembah roh, dan spritualisme agam penyembah
binatang yang ada pada masyarakat Jawa.
Penelitian
ini akan mengungkap masalah-masalah sosial yang terjadi di dalam novel Bilangan Fu karya Ayu Utami, maka
pendekatan yang digunakan untuk menganalisis data dalam memperoleh gambaran
tentang kritik sosial adalah pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis
adalah pendekatan yang digunakan untuk memahami latar belakang kehidupan sosial
dan budaya dalam suatu masyarakat.
Unsur-unsur
sosial yang akan dideskripsikan yaitu: 1) nilai-nilai sosial; 2) interaksi
sosial; 3) norma-norma sosial; dan 4) kelompok-kelompok sosial, kekuasaan dan
wewenang. Wujud dari aspek sosial yang terjadi pada masa penulisan novel ini
akan diteliti sesuai dengan aspek-aspek sosial yang terdapat dalam novel Bilangan Fu karya Ayu Utami.
Adapun
tujuan dalam penelitian ini yaitu: 1) mendeskripsikan bentuk-bentuk kritik
sosial yang terdapat dalam novel Bilangan
Fu karya Ayu Utami; 2) mendeskripsikan penyebab terjadinya kritik sosial
dalam novel Bilangan Fu karya Ayu
Utami.
METODE PENELITIAN
Teknik
pengumpulan data digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) melakukan
studi pustaka, terutama referensi yang menunjang ke penelitian; (2) membaca dan
memahami novel dalam novel Bilangan Fu karya
Ayu Utami; (3) mencatat peristiwa yang berhubungan dengan kritik sosial dalam
kehidupan masyarakat.
Dalam
menganalisis data dalam novel dalam novel Bilangan
Fu karya Ayu Utami.adalah dengan cara sebagai berikut: (1)
mengklasifikasikan peristiwa-peristiwa yang menyimpang dari aspek-aspek sosial
yang dilakukan oleh setiap tokoh dalam novel tersebut; (2) menginterpretasikan
kritik sosial dan menghubungkan dengan konsep sosial yang ada dalam masyarakat;
(3) membuat simpulan dari hasil interpretasi terhadap kritikan perilaku tokoh
yang menyimpang; (4) melaporkan hasil
penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Temuan
penelitian yang terdapat dalam novel dalam novel Bilangan Fu karya Ayu Utami ini dapat dideskripsikan melalui tiga
pembagian. Pembagian ini terdiri dari dari: (1) Unsur-unsur novel yang
mengungkapkan kritik sosial; (2) bentuk kritik sosial dalam novel dalam novel Bilangan Fu karya Ayu Utami; (3)
penyebab dari kritik sosial dalam novel dalam novel Bilangan Fu karya Ayu Utami.
Unsur-Unsur Novel Yang
Mengungkapkan Kritik Sosial
Pengarang
menggambarkan beberapa orang tokoh dalam novel Bilangan Fu ini. Tokoh utama adalah “Sandi Yuda”, dikatakan tokoh
utama karena dalam setiap penceritaan tokoh utama “Aku” selalu muncul. “si
iblis”, seorang pemanjat tebing dan petaruh yang melecehkan nilai-nilai
masyarakat. Seperti terdapat padakutipan berikut ini: “kelingkingmu pasti
tumbuh lagi. Tidak sempurna, tapi tumbuh lagi. Percayalah. Taruhan” kataku
tanpa pikir panjang. Di usia itu memang anak muda tidak perlu pikir panjang” (Utami, 2008:6)
Pengarang
menceritakan bahwa tokoh aku adalah seorang yang suka bertaruh, bahkan dalam
hal-hal yang musykil sekalipun. Terlihat pada kutipan berikut: “Taruhan, ayo.
Lelaki itu tidak mau ke dokter. Kalau lelaki itu mati, berarti sesajen itu tidak ada apa-apanya. Tak bisa
melindungi dia. Kalau dia selamat. Berarti sajen itu sakti, kamu pegang yang
mana? Kataku” (Utami, 2008:68)
Pengarang
juga menggambarkan tokoh tambahan yaitu:
Pertama, Parang
Jati. Parang Jati merupakan seorang aktivis alam yang berkaitan erat dengan
geologi, dan sangat membenci pemanjatan kotor yang merusak alam seperti memaku
dan member tebing. Terlihat pada kutipan berikut: “aku menyahut dengan naada
memperolok, “mana ada clean climbing yang
lokal. Tekonologi itu mahal bung”. Matanya seperti terbuka. Aku mengagumi
kebeninganmya. Jadi kalian selalu memaku dan megebor tebing? Suaranya yang
heran justru membuat aku menjadi heran” (Utami,
2008:35).
Kedua, Marja.
Seorang gadis bertubuh kuda feji dan berjiwa matahari. Seorang mahasiswa DKV
ITB jurusan desain. Marja merupakan kekasih Sandi Yuda. Marja mempunyai sifat
cepat bersahabat dan santun. Terbukti pada kutipan berikut. “kamu hebat sekali,
ya! Keren!, ia juga membagi perhatian kepada Dayang Sumbi, mengatakan kepadanya
bahwa ia cantik sekali, sungghuh seperti suzana dimasa muda. Marja menbagi
perhatian dengan santun sekali, seolah-olah wanita itu adalah istri sahabatku”
(Utami, 2008:210).
Ketiga, Pete.
Pete adalah lawan Yuda didalam kelompoknya, dalam hal yang beda pendapat, bagi
Pete dalam pemanjatan lebih mengutamakan keamanan. Terlihat pada kutipan
berikut. “pasanglah bor untuk gantungan sedekat mungkin yang mausk akal.
Demikian agar kita tidka mempersulit orang lain. Tuhan saja tidak membikin
peraturan yang musykil bagi umatnya. Masa kita mau melebhi DIA” (Utami, 2008:71).
Keempat, Oscar.
Oscar adalah salah satu teman sepemanjatan. Dalam hal keamanan pemanjatan dia
telah lebih berpihak kepada Pete. Terlihat pada kutipan berikut. “ Kau telah
tujuh meter di atasku Yuda! Dan medan di atasmu bukan lelucon. Dan jika kau
jatuh sekarang, Yuda, percayalah Heksentrik ini retas. Dan jika batu terjepit
tempat kau pasang tali ambin yang kau namai pengaman emas ini juga rumpal oleh
hentakan, maka selamat berhadapan dengan nasib” (Utami, 2008:74)
Kelima,
Kabur
Bin Sasus. Kabur Bin Sasus adalah seorang dukun desa yang dipercaya menganut
ilmu hitam dan sakti oleh masyarakat setempat. Dia merupakan orang yang tidak
percaya dengan pengobatan medis. Terlihat pada kutipan berikut. “Soal nyawa,
itu urusan saya dengan gusti Allah. Lalu lelaki itu melakukan sesuatu yang tak
kupercaya. Ia menunduk dalam-dalam hingga kepalanya mencapai luka. Sebuah
kelenturan seorang pesilat” (Utami, 2008:67).
Keenam,
Kupu-Kupu.
Kupu-Kupu adalah saudara sekandung Parang Jati. Merupakan orang yang sangat
menentang pada bentuk syirik yang terjadi di masayrakat. Terlihat pada kutipan
berikut. “ Baiklah, kami diwajibkan untuk
memeperingatkan Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu untuk kembali ke jalan Allah. Kabur Bin
Sasus adalah pamanku. Kusangkal dia. Selalu dia telah bersekutu dengan iblis.
Tapi, kini seluruh desa hendak pula bersekutu dengan iblis” (Utami, 2008:143).
Dalam novel Bilangan Fu karya Ayu Utami terdapat beberapa latar tempat seperti
nama nama kota atau daerah tempat peristiwa berlansung yang disebut secara
eksplisit dan secara implicit. Secara garis besar, Sewugunung merupakan latar
tempat yang dominan dalam novel Bilangan
Fu karya Ayu Utami. Sedangkan latar tempat yang lain adalah kota Bandung.
Sebagian besar cerita dala novel ini terjadi di Sewugunung. Sewugunung
merupakan tempat Sandi Yuda dan teman-temannya melakukan ekspedisi pemanjatan tebing.
Latar waktu berhubungan dengan masalah
kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah cerita. Latar waktu
digunakan dalam novel sangat bervariasi. Pagi
hari, terlihat pada kutipan berikut:
“pagi harinya ia telah tentang kembali, seperti seorang istri yang
berselingkuh denganku secara binal satu malam dan esoknya berlagu seolah tak
kenal” (Utami, 2008:19). Tanggal 25 September, terlihat pada
kutipan berikut: “ Tanggal 25 September itu adalah hari ketika aku bertemu
dengan seseorang yang tak bisa kulupakan” (Utami,
2008:29). Malam Jumat Kliwon, terliahat pada kutipan berikut: “Aku menatap
penanggalan di dinding dan kutemukan bahwa malam telah beralih Jumat Kliwon.
Bagi orang Jawa, hari bersalin di tempat gelap” (Utami, 2008:167).
Bentuk Kritik Sosial
Dalam Novel Bilangan Fu Karya Ayu
Utami
Analisis
kritik sosial berdasarkan norma-norma sosial
Pertama,
norma
agama. Di dalam novel Bilangan Fu karya
Ayu Utami terdapat banyak penyimpangan agama yang terlihat pada kutipan
berikut: “Baiklah, kami diwajibkan untuk memperingatkan Bapak-bapak dan Ibu-ibu
untuk kembali ke jalan Allah. Kabur Bin Sasus adalah pamanku. Kusangkal dia.
Sebab dia telah bersekutu dengan iblis. Tapi, kini seluruh desa hendak pula
bersekutu dengan iblis” (Utami, 2008:143)
Kedua,
norma
susila. Norma kesusilaan menyangkut dengan pelanggaran terhadap agama serta
hak-hak seorang yang dilecehkan. Terbukti pada kutipan berikut: “Lelaki yang
telah jauh lebih tua itu berbicara dengan bahasa Jawa halus, lalu mereka
bercakap-cakap dengan karma. Samar-samar aku menangkap usaha pria itu untuk
mengingatkan si anak muda agar menghargai suasana duka agar bersikap santun.
Kira-kira ia berkata, “siapakah kita ini sehingga berhak menghakimi yang
menjadi hak Allah” (Utami, 2008:96);
Ketiga,
norma
hukum. Norma hokum merupakan aturan dalam masyarakat, dan bagi siapa yang
melanggarnya akan mendapat sanksi atau hukuman. Pengarang menceritakan tokoh
Parang Jati yang menjadi korban kejahatan yang mengerikan. Terlihat pada
kutipan berikut: “Parang Jati tanpa pelindung. Orang-orang menelanjangi dia dan
si tuyul. Aku menghardik tapi mereka tak mendengarkan” (Utami, 2008:499).
Keempat,
norma
kesopanan. Norma kesopanan merupakan salah satu ciri dari perbuatan manusia
yang menentukan baik atau buruknya mereka. Terlihat pada kutipan berikut:
“Maafkan. Aku ngelantur. Tapi, pada usia
awal duapuluhan itu pikiranku pun pendek dan karena kependekan pikiran itulah
aku membenci televisi secara sempit, listrik secara lebih luas, dan kota secara
lebih luas lagi” (Utami, 2008:26-27).
Analisis
kritik sosial berdasarkan nilai-nilai sosial
Nilai-nilai sosial ditentukan oleh
masyarakat yang hidup di suatu tempat. Masyarakat tersebut menentukan sendiri
hukuman yang diberikan kepada pelanggar yang ada. Hukuman dapat berupa tindakan
ataupun kucilan dari masyarakat. Lihat kutipan berikut: “Ia mengumumkan bahwa
pamannya, lelaki yang mati itu, tidak pantas disembahyangkan dan takboleh
dimakamkan secara Islam. Sebab, lelaki itu telah musyrik” (Utami, 2008:96). Kutipan tersebut menggambarkan adanya kritik
sosial terhadap pelanggaran terhadap norma di tengah masyarakat.
Kritik sosial berdasarkan nilai-nilai
juga terlihat pada kutipan berikut: “matanya masih separuh mendelik dan
mulutnya berjejak seringai. Kulitnya keunguan, bercarutan bopeng dan
bintil-bintil. Barangkali sejak hidupnya ia berjerawat atau bertahilalat, atau
pernah terkena cacar (yang anehnya tak sempat kuperhatikan saat berpapasan
dulu)” (Utami, 2008:93). Kutipan
tersebut menggambarkan kritik sosial yang muncul didasarkan kenyataan.
Analisis
kritik sosial berdasarkan kelompok-kelompok kekuasaan dan wewenang
Tujuan dari kekuasaan adalah meraih
kepuasaan dalam diri manusia. Wewenang merupakan pengakuan dari orang lain
terhadap orang yang memegang kekuasaan. Terlihat pada kutipan berikut: “Dan aku
berharap bahwa polisi segera datang, mengamankan sahabatku dari lascar mammon
yang haus kuasa dan kebenaran. Biarlah Parang Jati berstatus tahanan Polisi
sejenak. Yang penting ia terbebas dari pasukan kebenaran ini” (Utami, 2008:505).
Kutipan tersebut menggambarkan bahwa
kritik sosial terhadap kelompok yang menyalahgunakan wewenangnya tanpa
mempertimbangkan norma hokum yang berlaku ditengah masyarakat.kritik sosial
yang terlihat adalah norma hokum harus ditegakkan terhadap masyarakat yang
melakukan pelanggaran norma, karena keadaan tersebut akan menggambarkan tidak
ada penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang terhadap masyarakat.
Analisis kritik sosial berdasarkan
interaksi sosial
Setiap manusia
mempunyai hubungan dengan lingkungannya. Hubungan itu melahirkan interaksi
diantara mereka. Interaksi itu dapat berupa menegur, percakapan, atau
berkelahi. Terlihat pada kutipan berikut: “Aku menyahut dengan nada memperolok.
“ Mana ada clean climbing yang lokal.
Teknologi itu mahal, Bung!” Matanya seperti terbuka. Aku menggagumi
kebeningannya. “Jadi kalian selalu memaku dan mengebor tebing?” (Utami, 2008:35). Kutipan tersebut
menggambarkan interaksi yang terjadi antar individu dalam kelompok masyarakat
harus berjalan dengan baik agar tercipta rasa saling menghormati.
Penyebab
Kritik Sosial Dalam Novel Bilangan Fu Karya
Ayu Utami
Ketimpangan sosial
Ketimpangan sosial
dalam kehidupan “Kabar Bin Sasus” terlihat dari prilaku dalam menjalankan
norma-norma sosial. Tokoh “Kabur Bin Sasus” sering merendahkan norma-norma
sosial yang berlaku masyarakat. Itulah kebiasaannya yang tidak mempercayai
pengobatan modern. Terlihat pada kutipan berikut: “Soal nyawa, itu urusan saya
dengan gusti Allah. Lalu lelaki itu melakukan sesuatu yang tak kupercaya. Ia
menunduk dalam-dalam hingga kepalanya mencapai luka. Sebuah kelenturan seorang
pesilat, Ia menghisap darah dari sana dan meludahkannya berkali-kali, sambil
membaca rapalan. Aku bergidik membayangkan rasa sakit pada luka yang dihirup,
serta membayangkan virus-virus rabies berpindah dari sisa liur anjing ke liur
lelaki itu” (Utami, 2008:67).
Penyalahgunaan kekuasaan dan
wewenang
Setiap kemampuan untuk
mempengaruhi pihak lain dinamakan kekuasaan, sedangkan orang yang mempengaruhi
akan mendapat dukungan dan pengakuan dari masyarakat (Soekanto, 1990:294).
Seperti yang diceritakan dalam novel Bilangan
Fu ini kekuasaan sering disalahgunakan. Terdapat pada kutipan berikut: “Dan
aku berharap bahwa Polisi segers datang, mengamankan sahabatku dari lascar
mammon yang haus kuasa dan kebenaran. Biarlah Parang Jati berstatus tahanan
Polisi sejenak. Yang penting ia terbebas dari pasukan kebenaran ini” (Utami, 2008:505).
Kutipan di atas
menggambarkan bahwa penyalahgunaan kekusaan sering terjadi di tengah masyarakat
sehingga terliahat bahwa kekuasaan dapat menyelesaikan semua permasalahan yang
terjadi di tengah masyarakat. Kekuasaan dan penyalahgunaan wewenang dapat
dilakukan apabila di tengah masyarakat terjadi penyimpangan tanpa
mempertimbangkan norma hokum yang telah ditetapkan.
Politik
Penyimpangan sosial
dalam masyarakat didasari oleh pergeseran kekuasaan. Peristiwa jatuhnya
pemerintahan diktator Soeharto pada tahun 1998 mejadikan suasana politik yang
tidak menentu setelah turunnya diktator. Seperti kutipan berikut: “Turunnya
Jendral Soeharto didahului dan diiringi kekerasan serta penjarahan di pelbagi
kota. Orang-orang china menjadi incaran utama” (Utami, 2008:505).
Kutipan di atas
menggambarkan bahwa kritik disebabkan oleh situasi politik yang terjadi di
tengah masyarakat yang tidak menghargai kelompok masyarakat lain. Kekerasan dan
penjarahan merupakan wujud dari ketidakpastian politik yang terjadi sehingga
ada kelompok masyarakat yang dirugikan oleh situasi poitik tersebut.
PENUTUP
Berdasarkan hasil
penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam novel Bilangan Fu karya Ayu Utami ditemukan berbagai bentuk kritik sosial
yang terdiri dari norma-norma sosial yaitu norma agama, norma susila, norma
hokum dan norma kesopanan. Analisis kritik sosial berdasarkan nilai-nilai
sosial, analisis kritik sosial kritik sosial berdasarkan kelompok-kelompok
sosial, kekuasaan dan wewenang. Serta kritik sosial berdasarkan interaksi
sosial. Tokoh-tokoh yang melecehkan nilai-nilai masyarakat.
Dapat kita lihat bahwa
banyak pelanggaran sosial yang telah dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam novel.
Mereka tidak tahu atau tidak peduli bahwa pekerjaan yang dilakukannya berdosa
atau tidak, benar atau salah. Novel ini telah member perbandingan bagi pembaca,
dengan kata lain memberikan kritik terhadap perilaku sosial masyarakat. Dengan
demikian Ayu Utami telah memberi kaca banding kepada pembaca, bahwa novel ini
dapat memberikan nilai-nilai sebagai suatu kritik sosial.
Berdasarkan hasil
deskripsi data dan pembahasan, peneliti mengajukan saran sebagai berikut. 1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai bahan pembelajaran untuk memahami kritik sosial yang terdapat dalam
novel Bilangan Fu karya Ayu Utami; 2)
Dengan adanya penelitian ini diharapkan pada mahasiswa jurusan Bahasa dan
Sastra Indonesia bisa melanjutkan penelitian lain mengenai kritik sastra
terutama tentang novel; 3) Untuk pembaca atau penikmat karya sastra diharapkan
tidak hanya dapat menikmati sebuah karya sastra, tetapi hendaknya mengambil
nilai-nilai yang terkandung dalam novel tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Syartika, Riki Harib. 2014. “Kritik Sosial Dalam Novel Bilangan Fu Karya Ayu Utami: Tijauan
Sosiologi Sastra”. Skripsi. Padang:
Program Sarjana Universitas Negeri Padang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar